Minggu, 01 November 2015

“BUNDA MARIA” SEBUAH KAJIAN TEOLOGI, SPIRITUALITAS DAN SENI TERHADAP IKON PATUNG BUNDA MARIA SENDANGSONO


I.     PENDAHULUAN
Maria sebagai Ibu Yesus adalah sosok perempuan yang tidak dapat dilepaskan begitu saja kehadirannya dari sejarah penyelamatan Allah melalui kelahiran puteraNya Yesus Kristus kedalam dunia ini. Sosok Maria Ibu Yesus adalah pribadi yang sangat penting bagi umat manusia. Kehadirannya sebagai perempuan yang dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan PuteraNya Yesus Kristus ternyata tidak terbatas pada zamannya saja bahkan sesudah ia tiada pun kehadirannya masih terus dirasakan dan dimaknai khususnya bagi umat Katolik yang memaknainya sebagai Santa Perawan Maria. Oleh karena itu dalam tradisi Gereja Katolik, Gua Maria adalah tempat yang dipusatkan untuk melakukan ziarah dan devosi kepada Maria. Tempat-tempat tersebut dapat ditetapkan sebagai tempat ziarah karena dengan pertimbangan bahwa adanya penampakan supranatural Maria ataupun faktor sejarah sebagai tempat devosi dan ziarah umat Katolik[1]. Begitu banyak hal yang menarik jika membahas Maria Ibu Yesus sebagai ikon, akan tetapi pada tulisan ini, saya hanya akan membatasi pembahasan pada patung Bunda Maria khususnya di Gua Maria Sendangsono dan menguraikan kajian teologi, spiritualitas dan seni terhadap patung tersebut.

v  Perjumpaan yang mengesankan
Pada tahun 2008 program studi CRCS UGM mengadakan kunjungan ke Gua Maria Sendangsono, Yogyakarta. Pada saat itulah untuk pertama kali saya berjumpa dengan sosok Bunda Maria, ibu Yesus yang sangat terkenal itu. Mengenang peristiwa kala itu, sungguh sulit dijelaskan dengan kata-kata mengenai perasaan yang menyelimuti kami semua yang datang dari berbagai latar belakang agama. Dalam keheningan kami takjub berada di tempat itu sebagai salah satu pusat peziarahan rohani umat Katolik di Yogyakarta. Kompleks peziarahan yang cukup luas ini terbagi atas kapel-kapel kecil, lokasi Jalan Salib, Gua Maria, pendopo, sungai dan tempat penjualan perlengkapan ibadah. Kami mengitari kompleks gua dan terpesona dengan prosesi Jalan Salib yang diabadikan dalam diorama-diorama. Sedang ada ibadah pada waktu itu yang dilayani oleh seorang Pastur. Umat pun tampak khusuk beribadah dan tidak terganggu dengan kedatangan kami. Sebagai tempat peziarahan rohani maka gua ini pun terbuka untuk umum dan sangat ramai didatangi oleh masyarakat dari berbagai macam latar belakang agama. Ada sedikit kerumunan disisi sebelah kiri dan kamipun bergegas kesana, disanalah berdiri patung Bunda Maria, ikon yang sangat terkenal di Gua Maria Sendangsono ini. Tampak beberapa orang berdiri di depannya, adapula yang menundukkan kepala berdoa. Sayapun pergi dan berdiri dihadapannya. Terpesona, takjub, hormat, penuh harap, perasaan yang tidak terlukiskan seketika lamanya memandangnya. Seorang teman menjelaskan kepada saya tentang cara berdoa di depan patung Bunda Maria. Sayapun berdoa sambil mengatupkan tangan yang memegang secarik kertas berisi permohonan dan pergumulan yang ingin disampaikan. Sesudah itu kertas itu dibakar di tempat yang sudah disediakan. Terakhir saya menyalakan lilin dan menaruhnya di dekat patung. Hal menarik lainnya adalah ketika kami hendak pulang tiba-tiba saya sekilas melihat rekan sekelas yaitu seorang pria Muslim, tertunduk dengan hikmatnya didepan patung itu sambil tangannya memegang tasbih, ia berdoa. Rupanya ia menunggu untuk memperoleh kesempatan pribadi berdoa di depan patung itu. Meski hanya sebentar tetapi pertemuan dengan Maria meninggalkan kesan yang mendalam sehingga jika saya pergi ke peziarahan manapun saya akan teringat kesan pertama berjumpa dengannya, Bunda Maria di Sendangsono.

v  Bunda Maria sebagai Ikon
Hidup rohani ditengah-tengah masyarakat yang menguras tenaga kita, menuntut kita untuk mengambil langkah yang terencana untuk menjaga ruang batin tempat kita dapat mengarahkan mata kita menuju keindahan Tuhan[2]. Disinilah letak peran ikon-ikon yang sangat signifikan dapat mendorong dan menolong kita untuk berjumpa dengan Allah. Adapun pengertian ikonik adalah tradisi yang dapat menggambarkan yang ilahi, sebaliknya an-ikonik berarti tidak bisa digambarkan. Tradisi an-ikonik dipegang oleh kaum Yahudi merujuk tradisi dalam PL, sedangkan ikonoclass adalah orang-orang yang tetap mempertahankan ikonik[3]. Ikon diciptakan dengan satu maksud, yaitu menawarkan jalan masuk, melalui pintu yang dapat dilihat, masuk kedalam misteri yang tidak dapat dilihat. Ikon-ikon dibuat untuk menuntun kita masuk ke dalam ruang doa batin, dan membawa kita dekat kepada hati Allah[4].
Bunda Maria sebagai ikon sangat terkenal dengan pesan-pesannya yang bersifat ajakan dan anjuran kepada umat untuk bertobat ketika ia menampakkan dirinya kepada orang-orang tertentu. Salah satu yang terkenal adalah penampakkan Maria di Fatima. Fatima adalah sebuah kota kecil sebelah utara kota Lisbon di Portugal. Pada tahun 1917 Bunda Maria menampakkan diri di Fatima kepada tiga orang anak gembala. Mereka adalah Lucia dos Santos berumur 10 tahun, sepupunya bernama Fransisco Marto berumur 9 tahun dan Jacinta Marto berumur 7 tahun[5]. Berikut ini beberapa penggalan kata-katanya:
"Janganlah takut, aku tidak akan menyusahkan kalian. Aku datang dari surga. Allah mengutus aku kepada kalian. Bersediakah kalian membawa setiap korban dan derita yang akan dikirim Allah kepada kalian sebagai silih atas banyak dosa -sebab besarlah penghinaan terhadap yang Mahakuasa- bagi pertobatan orang berdosa dan bagi pemulihan atas hujatan serta segala penghinaan lain yang dilontarkan kepada Hati Maria yang Tak Bernoda?"
"Manusia harus memperbaiki kelakuannya serta memohon ampun atas dosa-dosanya."
Kemudian dengan wajah yang amat sedih Bunda Maria berbicara dengan suara yang mengiba: mereka tidak boleh lagi menghina Tuhan yang sudah begitu banyak kali dihinakan.”

v  Patung Bunda Maria dan Sejarah Sendangsono
Patung Bunda Maria ini terletak di Gua Maria Sendangsono. Sendangsono dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit dari jalan raya Wates dengan melewati jalan yang relatif sempit kecil menuju ke arah barat. Sendangsono adalah tempat ziarah Goa Maria yang terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Gua Maria Sendangsono dikelola oleh Paroki St. Maria Lourdes di Promasan, barat laut Yogyakarta[6]. Tempat ini ramai dikunjungi peziarah dari seluruh Indonesia pada bulan Mei dan bulan Oktober. Selain berdoa, pada umumnya para peziarah mengambil air dari sumber mata air disitu. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit. Menurut sejarahnya, awalnya, sebutan Sendangsono tidak untuk menyebut suatu nama tempat. Sendangsono merupakan sebutan untuk sumber air yang berada di bawah pohon Sono. Istilah Sendangsono merupakan gabungan dua kata, Sendang dan Sono. Sendang merupakan istilah Jawa untuk menyebut sumber air. Sono adalah nama sebuah pohon (baca: Angsana). Oleh karena itu, Sendangsono merupakan sebutan untuk mata air yang berada di bawah pohon Sono. Dulu, sebelum nama Sendangsono dikenal, orang sering menyebut sumber air itu dengan sumber Semagung. Dalam perkembangannya, orang mengenal dengan nama Sendangsono. Secara geografis, Sendangsono berada di pegunungan Menoreh dan beralamatkan di Dusun Semagung, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sendangsono berbatasan dengan Jawa Tengah kira-kira 30 km dari Kota Magelang dan 15 km sebelah selatan Muntilan. Sendangsono sebagai tempat ziarah merupakan momentum peristiwa lahirnya gereja (dibaca: umat Katolik) di sekitar Kalibawang. Proses terbentuknya tempat ziarah ini berkaitan erat dengan perkembangan umat Katolik di sekitar Kalibawang. Perkembangan umat katolik yang pesat mendorong lahir dan berkembangnya Sendangsono. Sebelum menjadi tempat ziarah yang berciri Katolik, sumber air di bawah pohon Sono dikenal sebagai tempat keramat. Konon, di tempat itu digunakan untuk semedi. Masyarakat sekitar yakin ada roh-roh yang berdiam di tempat itu. Menurut legenda, bila roh-roh terganggu, mereka akan mencelakai. Konon pula, di pohon Sono itu berdiam seorang ibu yang bernama Dewi Lantamsari dan anak tunggalnya Den Baguse Samijo. Dua makhluk itu menjadi penguasa daerah itu. Menurut dongeng kuna juga, sumber air Semagung juga digunakan sebagai tempat istirahat para bikshu yang mengadakan perjalanan dari Borobudur ke Boro atau sebaliknya. Dulu Boro dikenal sebagai biaranya para bikshu meskipun sekarang ini sudah tidak ada bekasnya. Memang bila dilihat dari jaraknya, sumber Semagung ini berada di tengah-tengah antara Borobudur dan Boro[7].
Keberadaan Sendangsono tak luput dari peran Romo Van Lith SJ, rohaniawan Belanda yang lama tinggal di Pulau Jawa. Hal itu juga menandakan bahwa Sendangsono tidak bisa dilepaskan dari lingkaran sejarah Gereja Katolik di Pulau Jawa mengingat Romo Van Lith sendiri merupakan salah satu rohaniwan yang menyebarkan ajaran Katolik di Pulau Jawa. Hakekat keberadaan Sendangsono adalah semakin mengakarnya iman umat. Hal ini dapat ditilik dari sejarah awal Sendangsono yang menjadi tempat pembabtisan I. Dari Sendangsono, iman Katolik tersebar ke penjuru tanah air[8]. Pada 14 Desember 1904 silam Romo Van Lith membaptis 171 warga setempat dengan air dari kedua pohon sono, termasuk Barnabas Sarikrama sebagai katekumen pertama. Peristiwa fenomenal itu bisa dikatakan menjadi tonggak emas bagi misi Katholik di Indonesia, sekaligus menjadi bukti sukses perjalanan sejarah seorang misionaris bernama Franciscus Georgius Josephus Van Lith atau seringkali disingkat sebagai Van Lith[9]. Secara historis Sendangsono memang tak bisa dipisahkan dari sejarah misi Katholik yang berawal dari Kota Muntilan, Kabupaten Magelang. Dua puluh lima tahun kemudian tepatnya 8 Desember 1929 Sendangsono dinyatakan resmi menjadi tempat penziarahan oleh Romo J.B. Prennthaler SJ. Patung Bunda Maria di Sendangsono dipersembahkan oleh Ratu Spanyol yang begitu susahnya diangkat beramai ramai naik dari bawah Desa Sentolo oleh umat Kalibawang. Pada 1945 Pemuda Katolik Indonesia berkesempatan berziarah ke Lourdes, dari sana mereka membawa batu tempat penampakan Bunda Maria untuk ditanamkan di bawah kaki Bunda Maria Sendangsono sebagai reliqui sehingga Sendangsono disebut Gua Maria Lourdes Sendangsono. Dibangun secara bertahap sejak tahun 1974, hanya dengan mengandalkan sumbangan umat. Budayawan dan rohaniawan, YB Mangunwijaya yang memberi sentuhan arsitektur. Pada 17 Oktober 2004 dengan diadakan suatu prosesi dan misa ekaristi kudus pada jam 10.00 pagi oleh Mgr. Ign. Suharyo Pr. untuk memperingati 100 tahun Sendangsono.

II.  KAJIAN PATUNG BUNDA MARIA SENDANGSONO
Peziarah meyakini bahwa Maria adalah pengantara rahmat dan doa kepada Allah. Dari doa-doanya sebagian besar peziarah memohon kesuksesan dalam usaha, ketentraman rumah tangga, jodoh, perlindungan dalam hidup, dan sebagainya. Semuanya bermuara pada keyakinan bahwa Bunda Maria menjadi penolong dan pengantara kepada kesatuan dengan Bapa di sorga. Kapel atau Gua Maria Bunda Segala Bangsa ini ciri bangunannya seperti lorong dan ditandai dengan tembok berbentuk lingkaran. Bangunan itu menggambarkan kerahiman dan ketulusan seorang Ibu. Harapannya Maria menjadi pelindung dan pengantara bagi segala bangsa untuk bertemu dengan Tuhan. Disinilah terletak patung Bunda Maria.
Pada tahun 1923, ketika berkarya di Boro dan sekitarnya, Rama JB. Prennthaler SJ mempunyai gagasan untuk menjadikan Sendangsono sebagai tempat suci karena airnya sudah diberkati[10]. Beliau mengusulkan didirikan gua untuk bersemayam Bunda Maria yang tak bernoda. Bila Maria bertahta di Sendangsono, orang-orang dapat berdoa kepadanya untuk minta perlindungan. Gagasan ini disambut baik oleh penduduk sekitarnya. Setelah mencapai kata sepakat, gagasan itu diwujudkan. Masyarakat bergotong royong mencari batu, pasir dan batu kapur. Gua dibangun bersama-sama secara bergotong royong. Patung Bunda Maria seberat 300 kg didatangkan dari Swiss dan diturunkan di Sentolo Wates Kulon Progo. Dari Sentolo sampai Sendangsono (kira-kira 30 km) dipikul bersama-sama. Goa Maria Sendangsono diberkati pada tanggal 8 Desember 1929. Pemberkatan itu bertepatan dengan perayaan 75 tahun peresmian dogma Maria yang Dikandung Tanpa Noda. Pada saat pemberkatan Rama JB. Prennthaler SJ mengatakan bahwa pendirian goa Maria Sendangsono merupakan wujud syukur atas perlindungan Bunda Maria pada karya misi di Kalibawang. Dengan demikian, Goa Maria Sendangsono merupakan monumen peringatan 25 tahun karya misi Katolik di Kalibawang. Pada Peringatan 25 tahun karya misi Katolik di Kalibawang ini, Paus Pius XI memberikan penghargaan kepada Bapak Barnabas Sarikrama atas jasanya dalam mengembangkan misi Katolik di Kalibawang.
Goa Maria ini didirikan terutama untuk mengucapkan terima kasih atas karya Tuhan bagi umat Kalibawang. Maka dalam kotbahnya Rama JB. Prennthaler mengingatkan umat agar jangan mencari mukjijat di Sendangsono. Yang harus selalu dikumandangkan bila berziarah ke Sendangsono adalah mengucap syukur kepada Tuhan yang Mahaesa lewat Bunda Maria karena telah melimpahkan rahmat dan kemurahanNya kepada manusia. Dalam pemberkatan itu juga ada doa penyerahan yang didoakan oleh Rama FX. Satiman SJ: “Ibu Maria yang murni di Kalibawang berkatilah dan lindungilah kami yang mengungsi ke hadapanmu”.

a.    Kajian Teologis
Secara dogmatis memang terdapat beberapa perbedaan dan perdebatan tentang Maria Ibu Yesus sepanjang sejarah tetapi tulisan saya tidak ingin berada pada lingkaran perbedaan itu terlalu jauh sebaliknya beberapa hal penting menjadi pertimbangan-pertimbangan secara teologis disini dengan tetap menempatkan Maria dalam koridor sebagai mitra Allah di dunia ini. Beberapa kajian teologis yang dapat dikemukakan disini adalah sebagai berikut:

Ø  Devosi kepada Maria
Berdasarkan sejarah diketahui bahwa keberadaan Gua Maria Sendangsono adalah agar Maria Tak Bernoda dapat bersemayam disana maka dengan demikian orang-orang dapat memohon perlindungan. Selain itu merujuk perkataan dari Rama JB. Prennthaler SJ bahwa pendirian Goa Maria Sendangsono merupakan wujud syukur atas perlindungan Bunda Maria pada karya misi di Kalibawang dimana pada saat pemberkatannya merupakan monumen peringatan 25 tahun karya misi Katolik di Kalibawang.
Ibadat khusus kepada Bunda Allah yang lebih popular dengan sebutan devosi, selain mengacu pada maksudnya yaitu menghormati Bunda Allah, juga mengacu pada pola tata laksananya yang sedikit banyak tetap. Secara prinsipal devosi yang diungkapkan dalam bentuk Doa Rosario, litani, ziarah, dan sebagainya lebih bersifat pribadi (privatus) dibandingkan ibadat publik (publicus) yang dirayakan seluruh gereja dan berciri mengikat. Ibadat khusus kepada Perawan Suci yang dihayati oleh anggota gereja demi penghormatan, cinta, permohonan bantuan, merupakan salah satu sarana yang dianjurkan demi sembah bakti dan pemuliaan Tuhan Yesus[11]. Sejarah devosi kebanyakan berasal dari pengalaman-pengalaman rohani (dan penglihatan) individu-individu yang lugu dan sederhana (kebanyakan adalah anak-anak) yang terjadi di puncak gunung yang terpencil yang dalam beberapa waktu kemudian menciptakan emosi yang kuat di tengah-tengah umat Katolik yang sangat besar jumlahnya. Reaksi kuat di tengah-tengah umat Katolik ini kemudian mempengaruhi tingkatan atas hierarki Gereja Katolik Roma. Sebuah contoh bagus dari hal ini adalah kasus Santo Juan Diego yang ketika sebagai anak muda pada tahun 1531 melaporkan sebuah penampakan Santa Perawan Maria pada suatu subuh dimana ia diperintahkan untuk membangun sebuah gereja di Bukit Tepeyac di Meksiko[12].

Ø  Mariologi
“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria). Menurut tradisi Katolik, Maria adalah jalan menuju Yesus.  Karena penghormatan kepada Bunda Maria tidak terlepas dari penghormatan kita kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria. Maka, secara prinsip, dapat dikatakan demikian:
1. Seluruh gelar dan kehormatan Maria yang diberikan Allah kepadanya adalah demi kehormatan Yesus Kristus Putera-Nya, dan penghormatan ini selalu berada di bawah penghormatan kepada Kristus.
2. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah.
3. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah[13].
Mariologi dalam Gereja Katolik Roma adalah sebuah bagian teologi yang berhubungan dengan Maria, ibu Yesus. Maria dalam Gereja Katolik Roma dijuluki sebagai Sang Perawan Suci dan Ibu Tuhan sehingga ia disebut memiliki sebuah martabat yang tak terhingga yang berasal dari kebaikan yang tak terhingga pula, yakni Allah. Secara teologis, Mariologi Katolik Roma tidak hanya membahas kehidupannya saja, namun juga membahas berbagai penghormatan kepadanya dalam kehidupan sehari-hari, doa-doa, serta kesenian, musik dan arsitektur yang bertemakan Maria dalam kehidupan Kristiani[14]. Mariologi Katolik Roma masih dan terus-menerus dibentuk tidak hanya oleh ensiklik kepausan tapi juga oleh hal-hal lain yang saling mempengaruhi mulai dari tulisan-tulisan para orang-orang suci gereja hingga berbagai pembangunan gereja-gereja agung yang didedikasikan untuk Maria di lokasi-lokasi penampakannya pada anak-anak di pegunungan terpencil yang diterima sensus fidelium (berdasarkan keimanan bersama). Di beberapa kasus, sensus fidelium kadang-kadang mempengaruhi keputusan-keputusan kepausan mengenai Maria, melengkapi Mariologi dengan komponen “teologi rakyat” yang membedakannya dari komponen-komponen teologi formal lainnya. Dalam hal kepopuleran dilihat dari jumlah pengikut, keanggotaan di dalam gerakan dan perkumpulan yang berorientasi pada Maria tumbuh dengan jumlah yang sangat berarti pada abad ke-20[15].
Maria mengembangkan pengertian yang lebih mendalam mengenai siapa Kristus itu dan apa yang dilakukan-Nya. Kristologi tanpa Maria adalah suatu hal yang salah menurut pandangan Gereja Katolik Roma, karena teologi tersebut berarti tidak didasarkan pada wahyu Kitab Suci yang penuh. Gereja hidup dalam hubungannya dengan Kristus. Sebagai Tubuh Kristus, Gereja juga memiliki hubungan dengan ibu-Nya, yang menjadi topik utama dari Mariologi Katolik. Maria dipandang sebagai citra asli Gereja, atau, seperti yang dinyatakan dalam Konsili Vatikan II, “Bunda Gereja”. Keibuan Maria menyempurnakan keperawanannya, dan keperawanannya menyempurnakan keibuannya. Itulah sebabnya dalam bahasa Yunani, ia menerima gelar yang paling tinggi yang pernah diterima oleh seorang manusia: “Theotokos, Bunda Allah.”  Gelar lainnya adalah Perawan Terberkati Maria atau Bunda kita (Notre Dame, Nuestra Señora, Madonna). Pada abad ke-5, Konsili Ekumenis Ketiga memperdebatkan pertanyaan apakah Maria layak digelari sebagai Theotokos dan puncaknya menegaskan penggunaan gelar tersebut. Gereja-gereja yang didedikasikan kepada Maria muncul di seluruh tanah Kristen saat itu, di antaranya yang terkenal adalah Basilika Santa Maria Maggiore di Roma dan Hagia Sophia di Konstantinopel. Ajaran mengenai Pengangkatan Tubuh Maria ke Surga menyebar luas di dunia Kristen mulai dari abad keenam dan selanjutnya. Hari peringatannya ditetapkan pada tanggal 15 Agustus baik di daerah Romawi Timur maupun Barat.

Ø  Bunda Maria dalam pandangan umat Kristen Protestan
Kristen Protestan terutama Calvinis tidak menunjukkan banyak perhatian kepada Maria selain pada peristiwa kelahiran Yesus. Dalam teologi Protestan tidak dikenal gelar Maria Bunda Allah namun Maria dikenal dengan istilah-istilah umum seperti Perawan Maria, Anak Dara Maria dan Maria Ibu Yesus. Maria adalah Ibu Yesus di bumi, perempuan yang dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus. Pengakuan akan Maria sebagai Ibu yang mengandung Putera Allah, termaktub dalam Pengakuan Iman Rasuli: “lahir dari anak dara Maria” atau versi Pengakuan Iman Kontantinopel: “menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria”. Salah satu yang menimbulkan reformasi sebagai tonggak lahirnya Kristen Protestan adalah sikap penolakkan terhadap devosi Maria. Pada awalnya para reformator gereja mengikuti ajaran gereja mula-mula masih menghormati Maria dan menerima ajaran tentang Maria (Bunda Allah, keperawanan sebelum dan sesudah mengandung Yesus, kesucian Maria) tetapi kemudian mereka memprotes adanya devosi terhadap Maria yang dinilai berlebih-lebihan[16]. Sehingga pengaruh reformasi itu sangat terasa dalam pandangan tentang Maria seperti contohnya di Inggris. Disebutkan bahwa beberapa tokoh terkemuka di Inggris pada abad ke-16 menganggap ziarah ke tempat-tempat ziarah yang didirikan untuk menghormati Maria serta berdoa rosario itu tidak-Alkitabiah, "takhyul", dan/atau pemberhalaan. Sejak tahun 1535 sampai 1538, di bawah perintah Raja Henry VIII, seluruh tempat-tempat ziarah Kristiani di Inggris dihancurkan karena para reformer Protestan percaya bahwa tempat-tempat itu berpengaruh buruk terhadap kerohanian masyarakat. Banyak dari tempat-tempat ziarah yang dihancurkan tersebut adalah tempat-tempat ziarah yang didirikan untuk menghormati Maria, di antaranya adalah tempat ziarah Our Lady of Walsingham yang sangat populer, serta berbagai pusat ziarah lainnya di Ipswich, Worcester, Doncaster, dan Penrise. Tempat ziarah Our Lady of Walsingham telah diziarahi oleh dua dari kelima isteri Henry, yakni Catharina dari Aragon dan Anne Boleyn. Kedua wanita itu juga wafat sekitar waktu penghancuran tempat ziarah tersebut pada tahun 1538[17].

Ø  Bunda Maria dalam pandangan umat Islam
Dalam perspektif Islam, Bunda Maria, lebih dikenal dengan nama Maryam binti ‘Imran (Maryam puteri/anak perempuan dari ‘Imran) merupakan satu dari empat wanita paling agung yang pernah hidup di dunia, di samping Asiyah isteri Fir’aun, Khadijah isteri Nabi Muhammad s’aw, dan Fathimah binti Muhammad s’aw. Bahkan Maryam merupakan satu-satunya wanita yang namanya diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an. Bahkan salah satu surahnya, ada yang dinamai dengan surah “Maryam” (surah ke-19). Namun berbeda dengan iman Kristiani, dalam akidah Islam, Maryam (dan makhluk lainnya tanpa terkecuali) tidak memiliki secuilpun bagian dari masalah ketuhanan dan peribadahan. Jadi beliau tidak dapat dijadikan perantara dalam beribadah dan berdo’a, dan tidak memiliki andil dalam masalah ketuhanan yang lain. Dalam masalah ibadah, umat Islam diperintahkan untuk langsung beribadah kepada Allah SWT tanpa perantara[18]. Ada beberapa bagian dari sejarah Maryam r’a yang diabadikan dalam kitab suci al-Qur’an. Beliau dalam masa hidupnya dipenuhi oleh kesucian dan ketaatan kepada Allah dan selalu dikelilingi oleh orang shalih. Setelah beliau dilahirkan, ibu beliau (Hannah) membawanya ke Baitul Maqdis dan menyerahkan pengawasan beliau kepada Nabi Zakariyya ‘as. “… dan Allah menjadikan Zakariyya pemeliharanya…” (QS. Ali ‘Imran (03): 37). Beberapa bagian al-Quran menuliskan tentang Maria sebagai berikut:
Allah membela Maryam saat tuduhan zina dilemparkan kepada beliau lantaran memiliki anak tanpa suami.  “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata,’Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.’” (QS. Maryam (19) : 27). Lalu Allah menunjukkan kuasa-Nya.

“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata,’Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?’ {29} Berkata ‘Isa,’Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. {30} dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, {31} dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. {32} Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’”{33} [QS. Maryam (19)]. Itu merupakan mukjizat ‘Isa ibn Maryam (‘Isa putera Maryam) yang pertama di alam dunia ini.

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata,’Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). [42] Hai Maryam, taatlah kepada Rabbmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'.’” [43] {QS. Maryam (19)}.

Ø  Maria sebagai Wajah Sang Pembebas
Memandang Maria dalam sudut pandang perempuan Asia dapat dikemukakan pendapat Marianne. Saya memandang Maria sebagai model yang utama dari kemanusiaan, yang bertumbuh menjadi citra Allah sepenuhnya. Sebagai perawan yang siap menerima (siap menerima tindakan Allah) dan Ibu yang kreatif (ikut serta dalam menyampaikan kabar baik tentang keselamatan kepada dunia), dia model bukan hanya untuk perempuan, tetapi juga untuk laki-laki. Ia merupakan manusia baru (lelaki-perempuan), bersikap siap menerima dihadapan Allah yang memanggilnya menjadi imago dei. Pembebasan manusia seringkali kelihatan sebagai suatu perjuangan yang suram dan tanpa sukacita. Namun Magnificat menunjukkan keadaan yang berbeda. Dan saya bermegah dalam kenyataan bahwa perempuan Asia ini, Maria ini, dalam perjumpaannya dengan Allah, melantunkan nyanyian agung ini dengan ucapan syukur dan sukacita yang dipersembahkan kepada Allah, yang membebaskan melalui kaum tertindas. Melalui Maria, kaum perempuan dengan suatu cara yang khusus mempersonifikasikan kaum tertindas, walaupun ia mewakili semua rakyat tertindas, bukan hanya kaum perempuan. Maria benar-benar bebas, manusia yang sepenuhnya dibebaskan, tersentuh dan bebas[19].

b. Kajian Spiritualitas
Berdoa di depan Gua Maria dapat menjadi pilihan untuk mencari ketenangan batin. Banyak orang memanjatkan doa dengan bersimpuh atau berdiri dan menyalakan lilin di depan gua ini. Kita bahkan bisa menuliskan permohonan atau curahan hati dalam secarik kertas, lalu memasukannya dalam pot tempat pembakaran surat agar Tuhan menerimanya. Umat Katolik menyakini Maria sebagai Ibu Yesus sekaligus dapat menjadi perantara syukur dan permohonan kepada Tuhan. Maria dihormati sebagai Ibu yang dapat menolong manusia yang ingin dekat dengan Tuhan. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa kajian spiritualitas yang dapat dimaknai dalam ikon patung Bunda Maria:

ü Menjadi satu dengan Allah
Bagi saya, ikon Sang perawan dari Vladimir pelan-pelan telah menjadi ajakan yang lembut tetapi sekaligus kuat, untuk meninggalkan lingkungan dunia yang memecah belah dan memperbudak dan masuk kedalam lingkungan Allah yang mempersatukan dan memerdekakan.[20] Itulah makna kehadiran Bunda Maria dalam perjalanan rohani Nouwen. Gerakan kontemplasi Nouwen yaitu, dimulai dari mata Sang Perawan menuju tangannya, dari tangannya menuju sang anak, dari sang anak kembali kepada matanya. Gerakan ini menyatakan kepadanya jawaban atas pertanyaan, kita ini milik siapa?[21]   
Pandangan tentang kesatuan dengan Allah juga diungkapkan oleh Soelle bahwa untuk memuji Tuhan dan kehilangan apapun seperti yang Allah arahkan kepada “hidup dalam Allah”, ada tradisi yang disebut via unitive. Untuk menjadi satu dengan apa yang dimaksudkan dalam penciptaan memiliki bentuk penciptaan bersama-sama; untuk hidup di dalam Allah berarti mengambil bagian aktif dalam penciptaan berkelanjutan.[22]  Kita ada dan ambil bagian bersama Allah dalam penciptaan berkelanjutan yang senantiasa dikerjakan oleh Allah sepanjang sejarah manusia di dunia ini.
Penyatuan ini menjadikan kita adalah anak-anak Allah seperti dalam pandangan Eckhart. Lalu kita benar-benar menjadi anak-anak Allah dan seperti panenteistik Allah. Kita dapat berkata bersama Meister Eckhart, kita diatas segalanya, seperti Allah diatas segala-sagalanya. Dalam Kristus berarti dalam-Allah dan dalam-Roh, pada gilirannya adalah dalam-orang lain, seperti dalam Persekutuan Orang Kudus dan Tubuh Mistik. Kita diatas segalanya, seperti Allah diatas segala-galanya[23].
Lebih lanjut Eckhart bahkan menyarankan bahwa apa yang mendorong Allah untuk menjadi seorang anak dalam rahim Maria adalah limpahan kelahiran spiritual yang ia mengerti. Dengan kata lain, terobosannya membawa terobosan Allah kedalam sejarah manusia[24]. Mengalami penyatuan dengan Allah memang sebuah kerinduan mendalam dan harus melalui tahapan yang tidak mudah tetapi melalui ikon patung Bunda Maria dapat menolong kita untuk memasuki misteri itu.

ü Doa dan keheningan dalam upaya menemukan Tuhan
Para pengunjung tidak hanya orang yang beragama Katolik. Banyak yang datang ke tempat ini untuk menikmati kesunyian yang sangat jarang didapatkan di tengah kota. Selain itu, suasana Sendangsono sangat mendukung untuk refleksi diri, menyadari segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Mudahnya, kita dapat menemukan Tuhan dalam kesunyian Sendangsono. Sulit bagi kita untuk menemukan tempat yang begitu nyaman untuk menenangkan diri, Sendangsono salah satunya. Semilir angin berhembus ditambah suara gemericik air menyambut aura hangat yang memancar dari setiap sudut Sendangsono. Di tempat inilah kita dapat menemukan diri kita seutuhnya di hadapan Sang Pencipta[25].
Menurut Soelle, untuk memakai kesadaran Tuhan bukan berarti berpaling kedalam tetapi menjadi bebas untuk cara hidup yang berbeda dalam menjalani hidup: Lihat apa yang Tuhan lihat! Mendengar apa yang Tuhan dengar! Tertawa di mana Tuhan tertawa! Menangis di mana Tuhan menangis. Bagian dari itu juga adalah berbicara dengan mulut Tuhan. Tetapi itu menyiratkan sesuatu yang berbeda, baru, doa mistik. Latihan dalam melihat bagaimana Tuhan melihat terjadi dalam berbicara dengan Tuhan seperti berbicara dengan seorang teman (Kel. 33:11). Jika ada kata kerja untuk kehidupan mistik adalah berdoa. Ini adalah aktifitas yang berlebihan, ini adalah menghabiskan waktu yang produktif terjadi sunder warumbe (tanpa mengapa atau untuk apa). Hal ini bebas dari motif tersembunyi karena sangat diperlukan. Berdoa itu berakhir dengan sendirinya dan bukan sarana untuk memperoleh tujuan tertentu. Pertanyaannya apakah itu mencapai? Harus terdiam dalam menghadapi realitas doa[26]. Saya meyakini sesungguhnya Tuhan menyukai keheningan. Sama seperti Yesus yang suka mencari tempat untuk berhening dalam doaNya. Mungkin kita juga bisa menggapaiNya dalam keheningan doa.



ü Cinta kasih
Jalinan yang mempersatukan Maria dengan PuteraNya adalah cinta kasih. Cinta kasih yang tiada taranya yang dibangun atas dasar penyerahan total kepada Allah. Jalinan yang mempersatukan itu juga menampakkan asal usul iman Maria yakin bukan dari dunia ini melainkan dari Allah yang mengikutsertakannya dalam karya penyelamatan[27].
Eckhart berpandangan dengan imitasi Maria yang kita punya, kita menjadi ibu Allah, melahirkan anak Allah dalam sejarah manusia. Ketika kita sangat bermanfaat, itu pertanda kita menjadi anak Allah bagi diri kita sendiri. Jika engkau memiliki bayangan dalam hatimu, engkau belum menjadi Ibu. Engkau lebih masih dalam tindakan melahirkan anak dan tertutup untuk waktu kelahiran. Anak itu akan lahir ketika sukacita ilahi lahir atasmu. Dan ini membutuhkan kebulatan tekad dalam bagian kita. Memiliki kepedulian dengan anak tidak hanya akan diproses dilahirkan tetapi itu seperti yang dikatakan Kitab Suci, pemberian terbaik adalah bahwa kita harus menjadi anak Allah dan Ia harus melahirkan anakNya di dalam kita.[28] Saya setuju dengan pendapat Eckhart ini, memang harus ada tekad untuk mengekspresikan cinta kasih kepada Allah melalui ikatan sebagai anak-anak Allah, dan Maria sudah menunjukkan hal itu.
Cinta kasih Maria kepada puteranya Yesus, agaknya seperti cinta yang dimaknai oleh Rumi yaitu sesuatu yang tidak dapat diuraikan bahkan oleh pikiran sekalipun[29]. Sesungguhnya cinta sendirilah yang dapat menguraikan dirinya. Saya melihat cinta melalui rasa pilu karena berpisah yang diuraikan Rumi dalam puisinya ini kiranya seperti yang dirasakan Maria ketika harus menyaksikan sendiri penderitaan anaknya yang disiksa bahkan sampai mati di kayu salib. Anak yang ia kandung, lahirkan dan besarkan dengan penuh cinta kasih. Hati seorang ibu mana yang tidak hancur menghadapi kenyataan seperti itu. Saya pikir ini sebuah perpisahan terberat bagi Maria. Namun cinta kasih Maria sebagai seorang ibu ini tidak dapat menghentikan karya Allah yang lebih besar melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus bagi umat manusia dan seluruh ciptaan. Cinta kasih itu pulalah yang menyebabkan ia tetap setia termasuk dalam kumpulan rasul-rasul mennati-nanti penggenapan janji Allah di Kisah Para Rasul.

ü Ketaatan
“Sesungguhya aku ini adalah Hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk 1: 38)”. Itulah perkataan Maria cermin ketaatannya kepada kehendak Allah. Sekalipun Maria tergantung pada puteraNya, dalam arti tertentu rencana penyelamatan itupun tergantung pada Maria, yakni dalam kesediaan Maria menjadi Bunda Penebus terbukalah kemungkinan bagi universalitas keselamatan. Maria, Bunda Sabda yang menjadi daging adalah jaminan realitas peristiwa inkarnasi. Kesediaan Maria menjadi BundaNya berarti memberi kesempatan pada Allah untuk masuk dalam situasi dan mengalami sejarah manusia[30].
Mariology Eckhart signifikan untuk bagaimana menghindari semua sentimentalisme, semua kesalehan alas, dan semua godaan untuk Mariolatry. Dia mendiskusikannya lewat sermon dalam konteks Tubuh Mistik dan Persekutuan Orang Kudus dan sukacita yang adalah milik kita dan ia. Bagi Eckhart Maria adalah keberadaan manusia yang menunjukkan kepada kita bagaimana menjadi Bunda Allah. Dia tahu bagaimana melepaskan dan membiarkan[31]. Mariolatry adalah paham yang menyatakan Maria dalam keadaan yang semestinya sebagai wanita yang mau untuk tunduk pada kehendak Allah dan pekerjaan Roh Kudus, tidak lebih tidak kurang. Teladan Maria yang harus kita ikuti. Sebagai keilahian benar-benar memberi dirinya alasan di wanita kami, dia menerima karena dia murni dan sederhana-dalam Rahim. Sekarang jika ia tidak lahir dalam Allah dalam alasannya, dia tidak akan pernah menerima Kristus dalam rahimnya. Maria melahirkan dalam kepenuhan waktu dan kita diberitahu untuk melakukan hal yang sama[32]. Ketaatan bermula dari sikap penerimaan yang tulus dan tak terhingga. Maria sudah mengajarkan kita tentang hal itu.

c. Kajian Seni
Sang Perawan Suci Maria adalah salah satu dari tema-tema penting dalam Kesenian Kristiani, Kesenian agama Katolik Roma dan Kesenian Dunia Barat selama berabad-abad. Ratusan ribu seni rupa Bunda Maria dalam agama Katolik Roma yang membahas berbagai tema seni Bunda Maria telah dibuat, mulai dari para maestro seperti Michelangelo dan Botticelli hingga seniman-seniman kecil di pedesaan[33]. Selain dibuat dalam bentuk lukisan dan beragam karya seni lainnya maka Maria juga dibuat dalam bentuk patung. Patung adalah benda tiga dimensi karya manusia yang diakui secara khusus sebagai suatu karya seni. Orang yang menciptakan patung disebut pematung. Tujuan penciptaan patung adalah untuk menghasilkan karya seni yang dapat bertahan selama mungkin. Karenanya, patung biasanya dibuat dengan menggunakan bahan yang tahan lama dan sering kali mahal, terutama dari perunggu dan batu seperti marmer, kapur, dan granit. Kadang, walaupun sangat jarang, digunakan pula bahan berharga seperti emas, perak, jade, dan gading. Bahan yang lebih umum dan tidak terlalu mahal digunakan untuk tujuan yang lebih luar, termasuk kayu, keramik, dan logam[34]. Patung Bunda Maria Sendangsono ini dibawa dari Swiss, tentang siapa yang membuatnya tidak ada informasi yang saya dapatkan mengenai hal tersebut. Patung yang terbuat dari gerabah ini memiliki berat 300 kg dipesan khusus dari Prancis.
Ketika ia memandang ke arah gua terdekat Massabielle dan melihat seorang wanita mengenakan gaun putih dengan selendang biru. Wanita itu memiliki mawar kuning di setiap kaki yang cocok dengan warna rantai rosarionya. Bernadette membuat tanda salib dan berdoa, selesai berdoa wanita itu menghilang[35]. Mungkin saja berdasarkan penampakkan ini maka para pematung merealisasikan gambaran Maria dengan memakai gaun putih dan berselendang biru lengkap dengan rantai Rosario. Umumnya patung Bunda Maria dibuat dengan dua macam model yaitu ia sendiri dan ia yang menggendong Yesus. Rata-rata dalam posisi berdiri. Patung Bunda Maria yang sendiri biasanya dibuat dengan mata memandang kebawah atau keatas dengan posisi tangan terbuka atau mengatup. Kedua-duanya menyiratkan ekspresinya yang mengandung beragam makna seperti cinta kasih, ketaatan total, penyerahan diri, kesedihan, dll. Adapun patung Bunda Maria Sendangsono bergaun putih namun tidak memakai selendang biru. Ia memegang Rosario ditangannya. Tangannya terkatup dan matanya memandang keatas dengan mahkota diatas kepalanya.
Di Yogyakarta sendiri terdapat para pengrajin yang khusus membuat Patung Bunda Maria[36]. Adapun mereka melayani pesanan patung seperti Fatima, patung Maria Lourdess yang sering ditemui, namun seringkali, untuk alasan tertentu, pihak pemesan menginginkan patung bunda Maria dalam wujud yang berbeda, baik itu dalam hal ukuran, tampilan, ataupun langgam patung. Semisal patung bunda Maria berlatar belakang budaya Jawa, patung bunda Maria berlatar belakang budaya oriental (Chinese, Korea, Jepang, dll), patung Maria berlatar belakang Papua, dll. Masing-masing memiliki sentuhan cita rasa seni yang khas. Mereka menyediakan jasa membuat patung bunda Maria sesuai kebutuhan. Apapun stylenya dan berapapun ukurannya, mereka berusaha mewujudkannya. Material patung yang bisa digunakan adalah fiberglass resin, GRC dan logam (perunggu dan kuningan). Pemesan mempersiapkan foto atau desain gambar Bunda Maria yang ingin dibuatkan patungnya. Proses pembuatannya dilakukan dengan cara dan tahap standar dalam pembuatan patung, mulai dari modelling tanah liat, juga dengan semen putih dan gip, pembuatan cetakan banyak potongan, mencetak (pengecoran), perakitan dan finishing yang dimulai dari proses penghalusan hingga pengecatan. Kalau diambil rata-rata, satu patung diselesaikan dalam waktu satu setengah bulan. Menurut mereka yang perlu diberikan tekanan pada pembuatan patung Maria adalah pada bagian muka (face/mimik) harus diberikan kesan teduh atau mengayomi (hal ini merupakan pesan khusus dari pemesannya), juga asesoris yang memiliki makna tersendiri.

III.   KESIMPULAN
Mengutip ungkapan terkenal yaitu: “De Maria numquan satis”, yang artinya Maria tidak pernah cukup diperbincangkan, diperdebatkan, dimuliakan maka seperti itulah yang dapat saya ungkapkan mengakhiri tulisan ini. Saya meyakini Bunda Maria sebagai seorang perempuan yang memiliki spiritulitas yang tinggi ketika ia dapat memahami isi hati Allah dalam segala keterbatasannya sebagai seorang manusia, ketika ia begitu berani menerima perintah Allah untuk melahirkan Yesus. Saya menghormati dan mengasihi Maria sebab ia membuat saya mencintai Yesus, putera Allah sebagai Juruselamat saya dalam seluruh peziarahan rohani saya, termasuk betapa teduhnya hati saya ketika mendengar adik perempuan saya dan anaknya melantunkan Salam Maria pada setiap Doa Rosario di rumah. Saya juga menaruh harapan ia dapat melindungi semua perempuan dan para Ibu di muka bumi ini ketika mereka pun sama seperti Bunda Maria mengambil pilihan untuk menjadi mitra Allah dalam perjuangan akan keadilan, kesetaraan, perdamaian dan keutuhan ciptaan ditengah-tengah dunia yang kian porak-poranda akibat bencana kemanusiaan karena kerusakkan moral maupun karena bencana alam akibat kerusakkan ekologis. Secara garis besar kesimpulan yang dapat ditarik dari ikon patung Bunda Maria Sendangsono adalah sebagai berikut:
v  Ikon-ikon dapat menolong kita dalam peziarahan batin untuk berjumpa dengan Allah, menikmati persekutuan yang intim dengan Dia. Tentu saja persekutuan ini lebih bersifat pribadi. Sikap penerimaan Maria sebagai perantara kepada Allah, Ibu Yesus atau sebagai Sang pembebas, atau apapun itu tidak masalah sebab semua berpulang kepada penghayatan kita masing-masing
v  Ikon Bunda Maria mengalami perkembangan dari waktu ke waktu seiring perdebatan yang mengikutinya, karena anggapan penyembahan berhala dan meniadakan penyembahan Yesus Kristus pada zaman reformasi Protestan maka praktis ikon-ikon ini mengalami pelarangan bahkan dihancurkan
v  Ikon patung Bunda Maria Sendangsono merupakan wujud ungkapan syukur umat Katolik Kalibawang atas perlindungan yang diterima umat terlebih khusus merupakan saksi sejarah perkembangan misi Katolik di Tanah Jawa. Keberadaannya diharapkan senantiasa membawa perlindungan bagi umat.
v  Menitikberatkan pada fungsinya sebagai sarana mencapai penyatuan dengan Allah dan menyatakan ungkapan syukur atas rahmat Allah dalam kehidupan ini maka sikap iman kita terhadap ikon Bunda Maria Sendangsono akan menghindarkan kita dari obsesi mencari mujizat atau penyembahan berhala.
v  Spiritualitas yang dapat diambil dari ikon patung Bunda Maria ini sesungguhnya sangat kaya karena dapat mengajarkan kita bagaimana menyatu dengan Allah, berjumpa dengan Allah dalam doa dan keheningan diri, menyatakan cinta kasih kita kepada Allah, serta memiliki ketaatan yang total kepada Allah.
v  Ikon patung Bunda Maria adalah sebuah hasil karya manusia yang memiliki cita rasa seni tinggi dan patut untuk diapresiasi setinggi-tingginya disamping dimensi teologis dan spiritualitas yang menyertainya.





















SUMBER RUJUKAN
Buku-buku dan Bahan Kuliah:
Fox, Mathew, Breakthrough: Meister Eckhart’s Creation Spirituality in New Translation, New York: Image Books, 1980
Kristiyanto, A. Eddy OFM, Maria dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Konsili Vatikan Tentang Maria Dalam Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 1987
Nouwen, Henry JM, Pandanglah Wajah Kasih Allah, Yogyakarta: Kanisius, 2003
Katoppo, Marianne, Compassionate and Free, Tersentuh dan Bebas, Teologi Seorang Perempuan Asia (Jakarta: Aksara karunia, 2007)
Soelle, Dorothee, The Silent Cry: Mysticism and Resistance, Minneapolis: Fotress Press, 2001
Penjelasan Pdt. Prof. EG. Singgih Ph.D dalam kuliah tgl 11 September 2014
Puisi Rumi: “Yang Menerangkan Cinta Adalah Cinta Sendiri”, bahan kuliah tgl 02 Oktober 2014
Artikel-artikel dari internet:
http://www.kaskus.co.id/show_post/52b176fb18cb173e188b464f/2/santa-perawan-maria-dari-fatima, akses tgl 15 Desember 2014
id.wikipedia.org/wiki/Sendangsono, akses tgl 12 Desember 2014
Mualim M Sukethi, http://borobudurlinks.blogspot.com/2010/03/sendangsono-keindahan-mistik-di.html, akses tgl 12 Desember 2014
http://monachoscorner.weebly.com/devosi-protestan-pada-bunda-maria.html, akses tgl 15 Desember 2014
http://bppiuns.blogspot.com/2012/09/bunda-maria-sudut-pandang-islam.html, akses tgl 12 Desember 2014
http://www.sendangsono.site90.net/home.html, akses tgl 12 Desember 2014
http://hariantanpabatas.blogspot.com/2013/02/sendangsono-lourdes-van-java.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Maria, akses tgl 12 Desember 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_rupa_Bunda_Maria_dalam_agama_Katolik_Roma, akses tgl 12 Desember 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Patung, akses tgl 12 Desember 2104
http://www.jasapatung.com/2013/05/membuat-patung-maria.html, akses tgl 12 Desember 2014



[1]Berdasarkan sejarahnya bahwa Bunda Maria beberapa kali menampakan diri pada orang-orang terpilih. Salah satu penampakan yang paling terkenal adalah penampakan Bunda Maria kepada Santa Bernadette Soubirous di sebuah Gua Massabielle yang ada di kota Lourdes, Perancis pada tahun 1858. Gua Massabielle-Lourdes kemudian menjadi tempat ziarah Gua Maria paling populer. Tempat ziarah ini pulalah yang kemudian menjadi inspirasi untuk membuat tempat ziarah serupa pada komunitas Katolik setempat. Dari situ muncullah tempat ziarah Gua Maria di banyak tempat di dunia dalam www.katedraljakarta.or.id/berita-sejarah-gua-maria.html, akses tgl 12 Desember 2014
[2]Henri J.M Nouwen, Pandanglah Wajah Kasih Allah (Yogyakarta: Kanisius, 2003) hal 15
[3]Penjelasan Pdt. Prof. EG. Singgih Ph.D dalam kuliah tgl 11 September 2014
[4]Nouwen, ibid, hal 17
[6]id.wikipedia.org/wiki/Sendangsono
[7]http://www.sendangsono.info, akses tgl 12 Desember 2014
[8]ibid
[9]Mualim M Sukethi, http://borobudurlinks.blogspot.com/2010/03/sendangsono-keindahan-mistik-di.html, akses tgl 12 Desember 2014
[10]http://www.sendangsono.info
[11]A. Eddy Kristiyanto OFM, Maria dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Konsili Vatikan Tentang Maria Dalam Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal 85
[12]Imam kepala lokal tidak percaya pada ceritanya dan, sebagai bukti, ia meminta sebuah peristiwa ajaib. Permintaanya ini kemudian dipenuhi dengan hadirnya gambaran Ratu Guadalupe Kami yang secara permanen tercetak di mantel Juan Diego yang dikenakannya saat mengumpulkan bunga mawar. Secara keseluruhan, Juan Diego tidak menerima banyak perhatian dari Roma selama era tahun 1530-an semenjak pihak gereja di Roma sedang sibuk menghadapi tantangan gerakan Reformasi Protestan antara tahun 1521 hingga tahun 1579. Walau demikian, pada saat banyak orang meninggalkan Gereja Katolik Roma di Eropa sebagai hasil dari gerakan Reformasi Protestan, berita penampakan Sang Perawan Maria dari Juan Diego merupakan unsur yang penting dalam menambah hampir delapan juta orang umat Katolik di Benua Amerika antara tahun 1532 hingga tahun 1538. Pada akhirnya dengan puluhan juta pengikut, Juan Diego memengaruhi Mariologi di benua Amerika dan di tempat lainnya, dan dinyatakan sebagai “Yang Patut Dimuliakan” oleh Gereja Katolik Roma pada tahun 1987.


[13]http://katolisitas.org/5437/sekilas-ajaran-gereja-tentang-bunda-maria
[14]http://id.wikipedia.org/wiki/Maria
[15]ibid
[17]id.wikipedia.org/wiki/Maria
[19]Marianne Katoppo, Compassionate And Free, Tersentuh dan Bebas, Teologi Seorang Perempuan Asia (Jakarta: Aksara karunia, 2007) hal 32-33
[20]Henri J.M Nouwmen, Pandanglah Wajah Kasih Allah, (Yogyakarta: Kanisius, 2003) hal 37
[21]Ibid, hal 38-39
[22]Dorothee Soelle, The Silent Cry: Mysticism and Resistance (Minneapolis: Fotress press, 2001) hal 93
[23]Mathew Fox, Breakthrough: Meister Eckhart’s Creation Spirituality in New Translation (New York: Image Books, 1980) hal 333
[24]Fox, ibid, hal 336
[25]http://hariantanpabatas.blogspot.com/2013/02/sendangsono-lourdes-van-java.html
[26]Soelle, ibid, hal 293-294
[27]Eddy, ibid, hal 38
[28]Fox, ibid, hal 337
[29]Puisi Rumi Yang Menerangkan Cinta Adalah Cinta Sendiri, bahan kuliah tgl 02 Oktober 2014
[30]Eddy, ibid, hal 18
[31]Fox, ibid, hal 335
[32]Fox, ibid hal 336
[34]http://id.wikipedia.org/wiki/Patung, akses tgl 12 Desember 2104
[35]http://id.wikipedia.org/wiki/Maria, akses tgl 12 Desember 2014

1 komentar:

  1. Anda berniat memiliki Salinan Asli dari Ikon Ajaib, Theotokos dari Czestochowa, Kazan, dan penolong Abadi?

    Kami menjual salinan Asli Ikon Bunda Maria dari Czestochowa, Kazan, dan Bunda Penolong abadi, dilukis diatas kayu menurut peraturan Ikonograf.

    Silahkan kunjungi dan lihat Ikon Ajaib Tradisional Katolik kami lainnya di belajarikonkatolik.blogspot.com

    BalasHapus